Besakih
Pura besakih merupakan pura terbesar di bali yang di puja oleh umat hindu yang bukan saja di bali tapi di seluruh indonesia. pura besakih terletak di lerang gunung agung
Pura Besakih terdiri dari 18 Pura dan 1 Pura Utama. Pura Besakih adalah pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca utama dan yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur. Lokasi Sejarah |
Kata "Besakih" sendiri berasal dari kata "Basuki" yang berarti 'selamat' dan lama lama di eja menjadi Basukir dan Basukih, dan akhirinya menjadi Besakih. Nama pura besakih terdapat di dua buah prasasti yang disimpan di Gedong Penyimpenan di Natar Agung, dan satunya di simpan di Merajan Selonding dan sebuah lagi di Pura Gaduh Sakti di desa Selat. Sejarah Pura Besakih sendiri berhubungan erat dengan perjalanan Sri Markandeya (seorang Brahmana Siwa) dari Gunung Raung jawa timur , daerah Basuki, Jawa Timur. Rombongan beliau terpaksa kembali ke Jawa karena banyak diantara mereka yang meninggal terserang penyakit. Setelah mendapat petunjuk di Gunung Raung, beliau kembali ke Bali dan mengadakan penanaman Panca Datu (5 jenis logam yaitu emas, perak, besi, tembaga dan permata) di lereng Gunung Agung yang kemudian dikenal dengan Pura Basukian.
Pada zaman dahulu, Pura Besakih langsung di bawah pengawasan penguasa daerah Bali. Disebutkan Sri Wira Dalem Kesari yang membuat Merajan Selonding (sekitar tahun 250 M), kemungkinan beliau adalah Raja Kesari Warmadewa yang memerintah sekitar tahun 917. Prasastinya terdapat di Malet Gede, di Pura Puseh Panempahan dan di Belanjong. Pada zaman pemerintahan Sri Udayana Warmadewa, pura ini mendapat perhatian besar, seperti terdapat dalam prasasti Bradah, dan prasasti Gaduh Sakti. Dalam lontar Jaya Kesunu disebutkan Raja Sri Jayakesunu memerintahkan memasang penjor pada Hari Raya Galungan sebagai lambang Gunung Agung. Pada zaman Sri Kresna Kepakisan, seperti terdapat dalam lontar raja Purana Besakih tentang upacara, nama pelinggih, tanah wakaf (pelaba), susunan pengurus, tingkatan upacara diatur dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar